Ketika
bunda memilih untuk bekerja di rumah, pastinya banyak sekali hal-hal yang
dipertanyakan baik dari keluarga terdekat, bahkan dari orang tua bunda sendiri.
Bagaimana tidak kecewanya mereka telah menyekolahkan bunda dengan tinggi, namun
bunda memilih untuk berada di rumah. Mengabdikan seluruh jiwa dan raga kepada
suami dan anak bunda. Membangun surga di rumah bunda dan menjadi guru pertama
untuk anak-anak bunda.
Tenang bunda karena bunda tidak
sendiri. Banyak diluar sana yang memilih keputusan seperti bunda. Mungkin bunda
disepelakan? Dianggap tidak berharga? Namun jika itu yang terbaik maka
nikmatilah, syukuri dan dijalani.
Bagaimana
dengan gelar kita?
Ilmu yang yang telah kita tidak akan
menguap dalam diri kita ini bahkan menjadi sebuah nilai tambah bunda dalam
mengurus rumah tangga, dan anak bunda. Ibu saya pernah berkata bahwa ibu yang
memiliki pendidikan tinggi akan menjadi modal utama dalam mengasuh anak. Oleh
karena itu para bunda harus pintar dan cerdas. Ibu manamkan kepada anak-anaknya
agar menuntut ilmu setinggi-tingginya “ilmu mah moal beurat mamawa” ilmu itu
tidak akan berat bawanya karena dengan ilmu kita akan menujukan siapa diri
kita, bahagiamana cara berpikir kita dan ini akan berpengaruh terhadap anak
kita dan keluarga.
Gelar kita ada yang Sarjana Ekonomi,
Sarjana Hukum, Arsitek, Dokter, Sarjana Industri, Sarjana Pendidikan. Magisrter
Manajemen hingga gelar Doktor pun. Akan sangat disayangkan jika ia tidak dapat
mengelola keluarganya dan anaknya dengan baik.
Banyak
yang beranggapan profesi sebagai ibu rumah tangga adalah pekerjaan sepele yang
tidak ada istimewanya, dibanding para wanita karir yang pergi pagi pulang sore
untuk bekerja di kantoran.
Padahal menurut Islam, profesi ibu
rumah tangga ibarat seorang ratu. Ia menjadi pemimpin di rumah suaminya. Hal
itu merupakan pekerjaan dan karir terberat dibanding segala profesi yang ada.
Balasannya pun tidak main-main, yaitu surga, sesuatu yang lebih baik dari dunia
dan segala isinya.
Rasulullah SAW bersabda, “Dunia ini
adalah perhiasan. Dan sebaik-baik perhiasan ialah wanita salihah wanita yang
baik dalam agamanya, rumah tangganya, serta pergaulannya.” (Riwayat Muslim)
Sesungguhnya, pemikiran bahwa
menjadi ibu rumah tangga sebuah pekerjaan rendahan, berasal dari pikiran
feminis. Bagi kaum feminis, menjadi ibu rumah tangga itu merendahkan martabat
perempuan, karena dianggap membebani dan melakukan perbudakan terhadap kaum
Hawa.
Pola berpikir seperti itu karena
standar kesuksesan menurut mereka diukur dari unsur materi. Seseorang dikatakan
sukses jika punya penghasilan tinggi, gelar seabrek, mobil mewah, meski harus
buka aurat.
Untungnya, tidak semua wanita
terpengaruh oleh pemikiran tersebut. Masih banyak kaum Muslimah yang mempunyai
iman yang kuat sehingga tidak terpengaruh.
Pengalaman yang di ceritakan oleh
seorang wanita berusia 28 tahun. Alya merupakan anak sulung dari 3 bersaudara,
ia baru saja menyelesaiakn pendidikan Magister Manjajemenya. Tawaran untuk
pekerjaan pun sungguh mengiurkan karena ia merupakan lulusan terbaik di
kampusnya.
Namun ia sudah berjanji dengan
dirinya dan juga kepada bahwa ia ingin
mengurusi keluarganya terlebih dahulu. Mengabdikan diri kepada suaminya.
“Banyak orang menanyakan kepada saya mengapa saya memilih untuk bekerja di
rumah. Bagi saya waktu itu sangat berharga karena saya tidak mau meninggalkan
moment terbaik dengan keluarga dan
teruatama anak, kemudian memang suami pun meminta saya untuk berada di rumah,
dan saya tidak keberatan untuk itu.”tuturnya.
“Ketika mengerjakan pekerjaan
domestik pun saya merasa waktu belum cukup, pekerjaan yang tidak pernah
selesai-selesai. Dari pagi hingga malam hari.”ungkap wanita yang memiliki hobi
membaca ini.
Ketika ditanyakan mengenai
pendidikan yang ia tempuh ia menceritakan bahwa ia memang menyukai belajar. “Menurut saya
belajar itu menyenangkan, mengenai pendidikan saya bahkan ada niat untuk
sekolah s3, kalo ada rejekinya insya
allah saya ingin melanjutkan lagi untuk bekal anak-anak saya.”tuturnya.
“Lihat para ibu di rumah seperti
negara Jepang, mereka memiliki pendidikan tinggi yang bekerja di rumah. Dengan
kecangihan jaman saat ini kita para ibu-ibu juga di tuntut untuk menjadi
pintar. Jangan sampai anak kita ditanya oleh anak namun kita tidak tahu
apa-apa.”ungkapnya dengan nada rendah.
Menurut ia yang paling penting
adalah bagaimana memanfaatkan waktu meskipun di rumah bisa optimal, karena
menjadi bunda yang berada di rumah memang tidak lah mudah. “meskiupun kita
berada di rumah kita tetap berkarya apa saja yang kita sukai memasak, menulis,
membaca agar waktunya tidak terbuang.”tutur bunda yang sedang mengandung anak
pertamanya ini.
Menangapi tanggapan dari orang sekitar ia sudah kebal
sampe pernah ditanya sama pak RT “Mbak
nggak sayang sekolah tinggi tapi hanya di rumah saja. Paling saya senyumin
saja, belajar mendengar apa yang perlu dengar, karena sukses dan bahagia itu kita yang tentukan’ tuturnya sambil
tersenyum manis.
Baginya bahagia itu ketika bisa
menyaksikan suami tenang ketika berangkat kerja ”Jika suami bekerja dengan
tenang insya allah semua lancar.
Suami saya yang bekerja dan saya membantunya dengan doa-doa yang saya panjatkan
kepada Allah.” Sambil menembuskan nafas kemudian ia melanjutkan pembicaraan.
“Yang paling terpenting adalah suami tidak mematikan potensi yang di miliki
oleh istri dan Alhamdulillah saya
mendapatkan suami seperti itu. Mau ngapain aja asalkan postif pasti ia
dukung.”ungkapnya penuh semangat.
Menurut Alya yang paling disayangkan
adalah ketika bunda memiliki potensi yang luar biasa namun tidak dapat di
optimalkan. Itu yang kadang menjadi para bunda di rumah menjadi kurang
produktif. “ibu-ibu sekrang lebih betah nonton sinteron berjam-jam di layar tv.
Tontonlan tanyangan yang lebih menafaat, batasi waktu nonton tv, karena ini
juga akan berpengaruh terhadap perekembangan anak.”ungkap mantan karyawati
konsultan psikologi ini.
Ketika dberada di rumah Alya bisa memanfaatkan
waktu dengan aktifitas produktif. “Saya merasa banyak melakukan banyak hal
dengan saya memilih berada di rumah. Ketika suami sudah berangkat kerja saya
bisa melakukan hobi saya untuk menulis dan belajar banyak hal, saat ini saya
bergabung di beberapa komunitas yang saya minati yaitu bisnis dan menulis.
Memanfaatkan
teknologi yang ada ia pun bergabung dengan bernagai komunitas via online,
sehingga kita tidak perlu keluar rumah untuk belajar tetap memiliki teman yang
ingin mempelajari hal yang sama. Meskipun kita di rumah ia tetap memanfaatkan
waktunya. “Saya bergabung dengan komunitas bisnis dan menulis, sehingga saya
tetap dapat berkembang walau pun berada di dalam rumah. Dalam komunitas
tersebut kita dapat belajar banyak hal
dari para anggota lain. Kadang saya juga belajar dari Youtube” tuturnya
Bisnis
dan Menulis merupakan sebuah jiwa bagi Alya. “Mengenai bisnis ini merupakan jiwa
saya dari kecil, kebetulan ayah saya punya bisnis supplier hasil ternak, dari
kecil saya sering ikut bantu-bantu dalam akifitasnya bisnis. Saya melihat
proses perkembangan bisnis yang Ayah
saya bangun dari muai nol, sampai saat ini usahanya sudah mencapai 25 tahun. Saya pun ingin mengikuti jejak sang
ayah dalam dunia ini.’ Ungkap Alya
Namun karena ia harus mengikuti tugas
suami yang kerjanya harus sering berpindah-pindah akhirnya memilih untuk produktif di rumah. Sehingga
saya tetap dapat mendamipingi suami dimana ia di tugaskan karena itu merupakan
tuags pertama saya” Tuturnya wanita yang saat ini sedang merintis bisnis on-line di dalam rumah ini.
Dalam
menulis ia pun tetap aktif menulis menjadi seorang penulis bloger sehingga ia
bisa berbagi dengan semua orang, “Saya suka bercerita, dengan segala aktifitas
yang saya lakukan, resep yang telah saya masak, buku yang telah saya baca
bahkan pengalamn yang menarik menurut saya,
sehingga aktifitas ini menjadi media saya untuk berbagi dengan
orang-orang di luar sana, .”tuturnya sambil tersenyum manis.
Pengalaman
lain diceritakan dalam sebuah buku berjudul Bunda Cekatan di tulis oleh tim
Institute Ibu Profesional. Ummu Fauzan salah satu penulis disana menulis
mengenabail “Learn How to Learn”. Dulu ia merasa minder dan malu saat orang
menanyakan pekerjaan dan kegiatannya. Dengan senyum simpul ia menjawab “Saya
seorang ibu rumah tangga biasa, kemudian dari mereka pun berkomentar “Percuma
sekolah tinggi-tinggi toh akhirnya ke dapur juga!”. Ia hanya bisa menghela
nafas jenuh dan bosan menjadi ibu rumha tangga, selama 10 tahun mengerjakan hal
yang sama setiap hari.
Namun
setelah bergabung dalam sebuah komunitasnya, maka para digma lama mulai
terkikis. Menjadi Ibu adalah aktivitas mulia, menjadi ibu bukan hanya sekedar
ibu, tetapi ibu yang benar-benar profesional. Kini jika ia ditanya menganai apa
pekerjaannya, maka dengan bangga saya akan katakan saya ibu profesional. Wow
profesional gitu lho. Lalu buat apa titel sarjana, kalau hanya mengurusi rumah
keluarga. Hei.. jangan salah justru menjadi ibu itu harus berpendidikan tinggi.
Jika semua pekerjaan harus dikerjakan oleh ahlinya, lalu keapa untuk mencetak
generasi kita harus asl-asalan apa adanya?
Untuk
menjadi dokter, kita kuliah di fakultas kedokteran, Untuk menjadi Insinyur yang
handal juga ada kuliahnya, lalu kenapa untuk menjadi ibu profesioanal kita akan
mencetak generasi muda tidak ada sekolahnya? Ini menjadi sangat penting karena
dalam mengasuh anak itu kita harus belajar, belajar dan belajar.
Menurut
ia setiap anak memiliki karakter yang berbeda, sehingga dalam penangannya pun
kita berneda-beda pula. baik dalam cara belajar, kita memberikan perintah,
potensi yang di miliki oleh anak dan bagaimana mengembangkannya?. Itu merupakan
tugas kita menjadi seorang bunda yang profesional.
Jangan
pernah takut kita akan kehilangan gelar
meskipun berada di dalam rumah. Karena meskipun berada di dalam rumah
bunda bisa tetap produktif. Banyak hal yang dapat bunda lakukan. Alya dan Ummu
Fauzan hanya salah satunya.diluar sana
banyak contoh-contoh lain dari para bunda yang melakukan aktifitasnya di dalam
rumah namun tetap produktif bahkan menghasilkan.
0 comments